Segala puji bagi Allah,
Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah kita mempelajari berbagai macam najis, selanjutnya
kita akan mengenal bagaimanakah tata cara wudhu yang benar yang sesuai petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga dengan pembahasan ini pula dapat
meluruskan kesalahan-kesalahan yang selama ini ada. Hanya Allah yang beri taufik.
Shalat Tidak Sah Tanpa Berwudhu
Dari Ibnu ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata, “Saya mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ
وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Tidak ada shalat kecuali dengan thoharoh. Tidak ada sedekah dari
hasil pengkhianatan.”
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “Hadits ini adalah nash mengenai
wajibnya thoharoh untuk shalat. Kaum muslimin telah bersepakat bahwa thoharoh
merupakan syarat sah shalat.”
Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا
أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima -ketika
masih berhadats- sampai dia berwudhu.“[4]
Tata Cara Wudhu
Mengenai tata cara berwudhu diterangkan dalam hadits berikut:
حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ
بْنَ عَفَّانَ – رضى الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ
ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ
مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ
رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ
الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ
رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا
الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلاَةِ.
Humran pembantu Utsman menceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu pernah meminta air untuk wudhu
kemudian dia ingin berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak tangannya 3 kali,
kemudian berkumur-kumur diiringi memasukkan air ke hidung, kemudian membasuh
mukanya 3 kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai ke siku tiga kali,
kemudian mencuci tangan yang kiri seperti itu juga, kemudian mengusap kepala,
kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki yang
kiri seperti itu juga. Kemudian Utsman berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu
seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa
berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat dengan
khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia dan yang tidak punya kaitan dengan
shalat), maka
Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Ibnu
Syihab berkata, “Ulama kita mengatakan bahwa wudhu seperti ini adalah contoh
wudhu yang paling sempurna yang dilakukan seorang hamba untuk shalat”.
Dari hadits ini dan hadits lainnya, kita dapat meringkas tata cara wudhu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut.
1. Berniat –dalam hati- untuk menghilangkan hadats.
2. Membaca basmalah: ‘bismillah’.
3. Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan, lalu dimasukkan dalam mulut
(berkumur-kumur atau madmadho) dan
dimasukkan dalam hidung (istinsyaq) sekaligus
–melalui satu cidukan-. Kemudian air tersebut dikeluarkan (istintsar) dengan tangan kiri. Hal ini dilakukan
sebanyak tiga kali.
5. Membasuh seluruh wajah sebanyak tiga kali dan menyela-nyela jenggot.
6. Membasuh tangan –kanan kemudian kiri- hingga siku dan sambil menyela-nyela
jari-jemari.
7. Membasuh kepala 1 kali dan termasuk di dalamnya telinga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga termasuk bagian dari kepala” (HR
Ibnu Majah, disahihkan oleh Al Albani). Tatacara membasuh kepala ini adalah
sebagai berikut, kedua telapak tangan dibasahi dengan air. Kemudian kepala
bagian depan dibasahi lalu menarik tangan hingga kepala bagian belakang,
kemudian menarik tangan kembali hingga kepala bagian depan. Setelah itu
langsung dilanjutkan dengan memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga,
sedangkan ibu jari menggosok telinga bagian luar.
8. Membasuh kaki 3 kali hingga ke mata kaki dengan mendahulukan kaki kanan
sambil membersihkan sela-sela jemari kaki.
Berikut catatan penting yang perlu diperhatikan dalam tata cara wudhu di
atas.
Niat Cukup dalam Hati
Yang dimaksud niat adalah al qosd (keinginan)
dan al irodah (kehendak). Sedangkan
yang namanya keinginan dan kehendak pastilah dalam hati, sehingga niat pun
letaknya dalam hati.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah–
mengatakan, “Letak niat adalah di hati bukan di lisan. Hal ini berdasarkan
kesepakatan para ulama kaum muslimin dalam segala macam ibadah termasuk shalat,
thoharoh, zakat, haji, puasa, memerdekakan budak, jihad dan lainnya.”
Ibnul Qayim –rahimahullah– mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –di awal wudhu– tidak pernah mengucapkan “nawaitu rof’al hadatsi (aku berniat untuk
menghilangkan hadats …)”. Beliau pun tidak menganjurkannya. Begitu pula tidak
ada seorang sahabat pun yang mengajarkannya. Tidak pula terdapat satu riwayat
–baik dengan sanad yang shahih maupun dho’if (lemah)- yang menyebutkan bahwa
beliau mengucapkan bacaan tadi.”
Berkumur-kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung
Dilakukan Sekaligus Melalui Satu Cidukan Tangan
Ibnul Qayyim menyebutkan,
“Ketika berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung (istinsyaq), terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan satu
cidukan tangan, terkadang dengan dua kali cidukan dan terkadang pula dengan
tiga kali cidukan. Namun beliau menyambungkan (tidak memisah) antara
kumur-kumur dan istinsyaq. Beliau menggunakan separuh cidukan tangan untuk mulut dan
separuhnya lagi untuk hidung. Ketika suatu saat beliau
berkumur-kumur dan istinsyaq dengan
satu cidukan maka kemungkinan cuma dilakukan seperti ini yaitu kumur-kumur
dan istinsyaq disambung (bukan dipisah).
Adapun ketika beliau berkumur-kumur dan istinsyaq dengan
dua atau tiga cidukan, maka di sini baru kemungkinan berkumur-kumur dan
beristinsyaq bisa dipisah. Akan tetapi, yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan adalah memisahkan
antara berkumur-kumur dan istinsyaq.
Sebagaimana disebutkan dalam shahihain[10] dari
‘Abdullah bin Zaid bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tamadh-madho (berkumur-kumur) dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung) melalui
air satu telapak tangan dan seperti ini dilakukan tiga kali. Dalam lafazh yang
lain disebutkan bahwa tamadh-madho (berkumur-kumur)
dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung) melalui
tiga kali cidukan. Inilah riwayat yang lebih shahih dalam masalah kumur-kumur
dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung).
Tidak ada satu hadits shahih pun yang menyatakan bahwa kumur-kumur
dan istinsyaq dipisah. Kecuali ada riwayat dari
Tholhah bin Mushorrif dari ayahnya dari kakeknya yang mengatakan bahwa dia
melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisah
antara kumur-kumur dan istinsyaq.
Dan riwayat tersebut hanyalah berasal dari Tholhah dari ayahnya, dari kakeknya.
Padahal kakekanya tidak dikenal sebagai seorang sahabat.”
Membasuh Kepala Cukup Sekali
Ibnul Qayyim menjelaskan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
membasuh kepalanya seluruh dan terkadang beliau membasuh ke depan kemudian ke
belakang. Sehingga dari sini sebagian orang mengatakan bahwa membasuh kepala
itu dua kali. Akan tetapi yang tepat adalah membasuh kepala cukup sekali (tanpa
diulang). Untuk anggota wudhu lain biasa diulang. Namun untuk kepala, cukup
dibasuh sekali. Inilah pendapat yang lebih tegas dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berbeda
dengan cara ini.
Adapun hadits yang membicarakan beliau membasuh kepala lebih dari sekali,
terkadang haditsnya shahih, namun tidak tegas. Seperti perkataan sahabat yang
menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berwudhu dengan mengusap tiga kali tiga kali. Seperti
pula perkataan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam membasuh kepala dua kali. Terkadang pula haditsnya
tegas, namun tidak shahih. Seperti hadits Ibnu Al Bailamani dari ayahnya dari
‘Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap
tangannya tiga kali dan membasuh kepala juga tiga kali. Namun perlu diketahui
bahwa Ibnu Al Bailamani dan ayahnya adalah periwayat yang lemah.”
Kepala Sekaligus Diusap dengan Telinga
Telinga hendaknya diusap berbarengan setelah kepala karena telinga adalah
bagian dari kepala. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
الأُذُنَانِ
مِنَ الرَّأْسِ
“Dua telinga adalah bagian dari kepala.” Hadits
ini adalah hadits yang lemah jika marfu’ (dianggap
ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Akan tetapi hadits di atas dikatakan oleh beberapa ulama salaf di antaranya
adalah Ibnu ‘Umar.
Ash Shon’ani menjelaskan,
”Walaupun sanad hadits ini dikritik, akan tetapi ada berbagai riwayat yang
menguatkan satu sama lain. Sebagai penguat hadits tersebut adalah hadits yang
mengatakan bahwa membasuh dua telinga adalah sekaligus dengan kepala sebanyak
sekali. Hadits yang menyebutkan seperti ini amatlah banyak, ada dari ‘Ali, Ibnu
‘Abbas, Ar Robi’ dan ‘Utsman. Semua hadits tersebut bersepakat bahwa membasuh
kedua telinga sekaligus bersama kepala dengan melalui satu cidukan air,
sebagaimana hal ini adalah makna zhohir (tekstual)
dari kata marroh (yang artinya: sekali).
Jika untuk membasuh kedua telinga digunakan air yang baru, tentu tidak
dikatakan, “Membasuh kepala dan telinga sekali saja”. Jika ada yang
memaksudkan bahwa beliau tidaklah mengulangi membasuh kepala dan telinga, akan
tetapi yang dimaksudkan adalah mengambil air yang baru, maka ini pemahaman yang
jelas keliru.
Adapun riwayat yang menyatakan bahwa air yang digunakan untuk membasuh
kedua telinga berbeda dengan kepala, itu bisa dipahami kalau air yang ada di
tangan ketika membasuh kepala sudah kering, sehingga untuk membasuh telinga
digunakan air yang baru.”
Seluruh Kepala Dibasuh, Bukan Hanya Ubun-Ubun Saja
Allah Ta’ala berfirman,
وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ
“Dan basuhlah kepala kalian.” (QS. Al Maidah: 6)
Fungsi huruf baa’ dalam ayat di atas
adalah lil ilsoq artinya melekatkan dan bukan li tab’idh (menyebutkan sebagian). Maknanya sama
dengan membasuh wajah ketika tayamum, sebagaimana dalam ayat,
فَامْسَحُوا
بِوُجُوهِكُمْ
“Dan basuhlah wajah kalian.” (QS. Al Maidah: 6). Dua
dalil di atas masih berada dalam konteks ayat yang sama. Mengusap wajah pada
tayamum bukan hanya sebagian (namun seluruhnya) sehingga yang dimaksudkan
dengan mengusap kepala adalah mengusap seluruh kepala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,
“Apabila ayat yang membicarakan tentang tayamum tidak mengatakan
bahwa mash (membasuh) wajah hanya sebagian padahal
tayamum adalah pengganti wudhu dan tayamum jarang-jarang dilakukan, bagaimana
bisa ayat wudhu yang menjelaskan mash (membasuh)
kepala cuma dikatakan sebagian saja yang dibasuh padahal wudhu sendiri adalah
hukum asal dalam berthoharoh dan sering berulang-ulang dilakukan?! Tentu yang
mengiyakan hal ini tidak dikatakan oleh orang yang berakal.”
Begitu pula terdapat dalam hadits lain dijelaskan bahwa membasuh kepala
adalah seluruhnya dan bukan sebagian. Dalilnya,
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ أَتَى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –
فَأَخْرَجْنَا لَهُ مَاءً فِى تَوْرٍ مِنْ صُفْرٍ فَتَوَضَّأَ ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ
ثَلاَثًا وَيَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ، وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ
بِهِ وَأَدْبَرَ ، وَغَسَلَ رِجْلَيْهِ
Dari ‘Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, lalu kami
mengeluarkan untuknya air dalam bejana dari kuningan, kemudian akhirnya beliau
berwudhu. Beliau mengusap wajahnya tiga kali, mengusap tangannya dua kali dan
membasuh kepalanya, dia menarik ke depan kemudian ditarik ke belakang, kemudian
terakhir beliau mengusap kedua kakinya.
Dalam riwayat lain dikatakan,
وَمَسَحَ
رَأْسَهُ كُلَّهُ
“Beliau membasuh seluruh kepalanya.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Tidak ada satu pun sahabat yang
menceritakan tata cara wudhu Nabi yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mencukupkan
dengan membasuh sebagian kepala saja.”[20] Namun
ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh
ubun-ubun, beliau juga sekaligus membasuh imamahnya.
Sedangkan untuk wanita muslimah tata
cara membasuh kepala tidak dibedakan dengan pria. Akan tetapi, boleh bagi
wanita untuk membasuh khimarnya saja. Akan tetapi, jika ia membasuh bagian
depan kepalanya disertai dengan khimarnya, maka itu lebih bagus agar terlepas
dari perselisihan para ulama. Wallahu a’lam.
Semoga
bermanfaat.